Kamis, 22 November 2012

kode etik



A.          Kode etik jurnalistik menurut dewan pers tahun 2008
Kode etik jurnalistik

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial,
keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia
menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.SI WARTAWAN
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku
kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

B. KODE ETIK KEHUMASAN INDONESIA – PERHUMAS
(http://bravosinaga.blogspot.com/2011/01/evaluasi-pengawasan-pelaksanaan-dan.html)
(Kode Etik ini telah terdaftar sejak tahun 1977 di Departemen Dalam Negri dan Deppen saat itu, dan telah tercatat serta diakui oleh organisasi profesi Humas Internasional; International Public Relations Associations / IPRA)
1. Dijiwai oleh Pancasila maupun Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan tata kehidupan nasional.
2. Diilhami oleh Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai landasan tata kehidupan internasional.
3. Dilandasi Deklarasi ASEAN (8 Agustus 1967) sebagai pemersatu bangsa-bangsa Asia Tenggara.
4. Dan dipedomi oleh cita-cita, keinginan, dan tekad untuk mengamalkan sikap dan perilaku kehumasan secara professional.
Kami para anggota Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) sepakat untuk mematuhi kode etik kehumasan Indonesia, dan apabila terdapat bukti-bukti bahwa di antara kami dalam menjalankan profesi kehumasan ternyata ada yang melanggarnya, maka hal itu sudah tentu akan mengakibatkan diberlakukannya tindak organisasi terhadap pelanggarnya.   
Pasal 1 Komitmen Pribadi
                 
Anggota Perhumas harus :
                 
a. Memiliki dan menerapkan standar moral serta reputasi setinggi mungkin dalam menjalankan profesi kehumasan;
 
b. Berperan secara nyata dan sungguh-sungguh dalan upaya memasyarakatkan kepentingan Indonesia;
c. Menumbuhkan dan mengembangkan hubungan antarwarga Negara Indonesia yang serasi dan selaras demi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa.
      
Pasal 2 Perilaku terhadap Klien atau Atasan
                  
Anggota Perhumas harus :
                 
a. Berlaku jujur dalam berhubungan dengan klien atau atasan.
     
b. Tidak mewakili dua atau beberapa kepentingan yang berbeda atau yang bersaing tanpa persetujuan semua pihak yang terkait.
         
c. Menjamin rahasia serta kepercayaan yang diberikan oleh klien atau atasan maupun yang pernah diberikan oleh mantan klien atau mantan atasan.
          
d. Tidak melakukan tindak atau mengeluarkan ucapan yang cenderung merendahkan martabat, klien atau atasan , maupun mantan klien atau mantan atasan.
 
e. Dalam memberi jasa-jasa kepada klien atau atasan, tidak akan menerima pembayaran,komisi, atau imbalan dari pihak manapun selain dari klien atau atasannya yang telah memperoleh penjelasan lengkap.
 
f. Tidak akan menyarankan kepada calon klien atau calon atasan bahwa pembayaran atau imbalan jasa-jasanya harus didasarkan kepada hasil-hasil tertentu, atau tidak akan menyetujui perjanjian apapun yang mengarah kepada hal yang serupa
   
Pasal 3 Perilaku terhadap Masyarakat dan Media Massa
     
Anggota Perhumas harus :
a. Menjalankan kegiatan profesi kehumasan dengan memperhatikan kepentingan masyarakat serta harga diri anggota masyarakat.     
b. Tidak melibatkan diri dalam tindak untuk memanipulasi integritas sarana maupun jalur komunikasi massa.
            
c. Tidak menyebar luaskan informasi yang tidak benar atau yang menyesatkan sehingga dapat menodai profesi kehumasan.

d. Senantiasa membantu penyebarluasan informasi maupun pengumpulan pendapat untuk kepentingan Indonesia.

Pasal 4 Perilaku terhadap Sejawat
    
Praktisi kehumasan Indonesia harus :
                              
a. Tidak dengan sengaja merusak dan mencemarkan reputasi atau tidak professional sejawatnya. Namun, bila ada sejawat yang bersalah karena melakukan tindak yang tidak etis, yang melanggar hukum, atau yang tidak jujur, termasuk melanggar kode etik kehumasan Indonesia, maka bukti-bukti wajib disampaikan kepada Dewan Kehormatan Perhumas.

b. Tidak menawarkan diri atau mendesak klien atau atasan untuk menggantikan kedudukan sejawatnya.
c. Membantu dan bekerja sama dengan para sejawat di seluruh Indonesia untuk menjunjung tinggi dan mematuhi kode etik kehumasan Indonesia ini.
            
Kode Etik Confederation European Of Public Relations (Cerp) Dan International Public
 Relations Association (Ipra)           
Kode ini disetujui oleh IPRA dan CERP di Athena Mei 1965 dan dimodifikasi di Teheran April 1968.
Kode etik ini dikenal sebagai Kode Athena.
                 
1. Menimbang bahwa seluruh Negara anggota PBB telah menyepakati untuk tunduk pada piagamnya yang menegaskan “Keyakinan atas hak-hak asasi yang mendasar, pada martabat dan nilai pribadi manusia” dan memperhatikan sifat paling mendasar profesi mereka. Para praktisi HUMAS di Negara-negara ini hendaknya berusaha mengetahui dan mengamalkan prinsip-prinsip yang diatur dalam piagam ini.
                               
2. Menimbang bahwa, selain dari “hak-hak”, umat manusia tidak hanya mempunyai kebutuhan fisik dan material saja, tetapi juga kebutuhan intelektual, moral dan social, dan bahwa hak-hak merekaadalah kepentingan nyata bagi mereka hanya sejauh kebutuhan-kebutuhan ini pada pokoknya dipenuhi.
                         
3. Menimbang bahwa, selama tugas professional mereka dan tergantung bagaimana tugas-tugas ini dilaksanakan, para praktisi HUMAS pada pokoknya dapat membantu memenuhi kebutuhan intelektual, moral, dan sosial.
     
4. Dan akhirnya, menimbang bahwa penggunaan tehnik-tehnik yang memungkinkan mereka untuk berhubungan secara serempak dengan jutaan orang, memberikan pada praktisi HUMAS suatu kekuatan yang harus dikendalikan oleh ketaatan terhadap kode moral yang ketat.
                 

C. KODE ETIK PARIWARA
Etika pariwara Indonesia
1. Swakrama (Self regulation)       
• Pembuat EPI : AMLI, APPI, ASPINDO (pemrakarsa-penyantun iklan), ATVLI, ATVSI, GPBSI, PPPI, PRSSNI, SPS, Yayasan TVRI : 26 Agustus 2005
                   
• Bentuk kepedulian asosiasi terhadap perlindungan konsumen dan menjaga pelaku periklanan agar berprofesi dan mendapat imbalan secara wajar/pantas
                              
• EPI mengatur isi dan metode penyampaian pesan bukan unsur kreasi dan estetikanya
• Ditegakkan oleh Badan Musyawarah Etika dibawah Dewan Periklanan Indonesia

2. Hak Cipta-Superlatif-Figur
       
• Penggunaan penyebaran penggandaan dan penyiaran materi atau bagian dari materi periklanan yang bukan milik sendiri harus mendapat izin tertulis dari pemiliknya
                 
• Penggunaan kata superlatif : satu-satunya, “asli”, ter…, harus menyebutkan dalam hal apa ia satusatunya dan harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait
              
• Iklan yang menampikan figur seseorang harus memperoleh izin dari yang bersangkutan kecuali dalam penampilan massal atau sekedar latarbelakang
             

3. Iklan Kesehatan
   
• Iklan Klinik, Poliklinik atau Rumah Sakit Hanya Boleh Sebagai Entitas Bisnis Yang Menawarkan Jasa-Fasilitas. Iklan Tenaga Medis Tidak Diperbolehkan
                          
• Jasa Profesi Dokter, Pengacara Notaris Hanya Boleh Iklan Jam Praktek dan Pindah Alamat.
• Organ Tubuh Seperti Ginjal Kornea Tidak Boleh Diiklankan Baik Pembeli atau Penjual
• Iklan Produk Kesehatan Terbatas Tidak Boleh Disiarkan Pada Media-Waktu Bukan Dewasa

4. Isu-Isu Khusus
     
• Agama dan Kepercayaan Tidak Boleh Diiklankan Dalam Bentuk Apapun
• Iklan Tidak Boleh Memberi Kesan Yang Merendahkan atau Pengejek Penyandang Cacat dan Perlakuan Yang Tidak Pantas Kepada Hewan Yang Dilindungi.
                  
• Penggunaan Animasi Yang Mirip Tokoh Tertentu Harus Mendapat Izin Tokoh Terkait
• Iklan Tidak Boleh Mengeksploitasi dan Mengobjekkan Merendahkan Perempuan

5. Sosok Anak-Anak
                          
• Anak-Anak Tidak Boleh Digunakan Untuk Mengiklankan Produk Yang Tidak Layak Konsumsi Tanpa Didampingi Orang Dewasa
                                     
• Iklan Tidak Boleh Memperlihatkan Adegan Berbahaya Menyesatkan atau Tidak Pantas Dilakukan Anak-Anak
• Iklan Tidak Boleh Menampilkan Anak-Anak Sebagai Penganjur Penggunaan Produk Yang Bukan Untuk Mereka
            
• Iklan Tidak Boleh Menampilkan Adegan Daya Rengek Anak Memaksa Orang Tua Membeli Produk Keinginan Mereka
 

6. Rokok dan Minuman Keras
         
• Iklan Minuman Keras dan Gerainya Hanya Boleh Disiarkan Di Media Non-Massa Dengan Ketentuan : Tidak merangsang khalayak meminumnya. Tidak menyarankan bahwa tidak meminumnya tidak wajar. Tidak ditujukan bagi anak-anak dan wanita hamil
            
• Iklan Rokok tidak boleh dimuat pada media yang sasarnnya anak-anak dibawah 17 tahun. Syarat lain sama dengan Iklan Minuman Keras
                          

7. Testimoni dan Peniruan
                  
• Kesaksian atas produk hanya boleh dilakukan perorangan bukan kelompok dan dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari konsumen dan sewaktuwaktu bisa dikontak DPI
                           
• Iklan dilarang menggunakan bahasa/istilah ilmiah yang dapat mengelabui konsumen
• Iklan Tidak Boleh Merendahkan Produk Pesaing Secara Langsung Maupun Tidak
• Iklan Tidak Boleh Sengaja Meniru
Iklan Produk Pesaing Sedemikian Rupa Baik Atribut Ide Konsep dan Alurnya Sehingga Menyesatkan            

8. Hadiah dan Garansi
                        
• Iklan hanya boleh disiarkan jika produknya sudah tersedia di pasaran
• Iklan Tidak Boleh Menyatakan “Selama Persediaan Masih Ada” atau Kata Lain Yang Bermakna sama
• Jika Mencantumkan Garansi atau Jaminan maka dasar jaminannya harus bisa dipertanggungjawabkan
• Jika menjanjikan pengembalikan uang ganti rugi maka pengembalian harus dinyatakan lengkap pada jenis kerusakan atau kekurangan apa dan masa berlakunya
                   

9. Gelar Wicara-Informatif
                
• Pemandu gelar wicara harus mampu memisahkan dengan jelas materi pokok bahasan dengan materi promosi produk
         
• Jika menampilkan tenaga profesional maka tidak boleh mengesankan memberi testimoni atau anjuran langsung atau tidak
 
• Iklan advertorial infotorial infomersial edumersial inspitorial harus jelas memuat jenis iklan ini dan dilarang mempromosikan sepihak suatu kasus persengkataan produk yang belum memiliki kekuatan hukum tetap


10. Media Televisi dan Radio
           
• Iklan Produk Rokok dan Produk Khusus Dewasa Hanya Boleh Disiarkan Mulai Pukul 21.30 Hingga 05.00 Waktu Setempat
         
• Materi Iklan Yang Sama Tidak Boleh Diiklan Sambung Ulang Lebih Dari Dua Kali
• Iklan Yang Menampilkan Dramatisasi dan Berbahaya Wajib Mencantumkan Kata “Adegan Ini Didramatisasi” dan “Adegan Berbahaya Jangan Ditiru”
                  
• Iklan Yang Menggunakan Suara Menjijikkan atau Mengerikan Hanya Boleh Disiarkan Kepada Khalayak dan di Waktu Tertentu
  

11. Sangsi dan Prosedurnya
              
• Bentuk sangsi adalah bertahap dimulai (1) peringatan kepada pelanggar dan asosiasinya hingga dua kali (2) penghentian penyiaran atau pengeluaran rekomendasi untuk itu kepada lembaga terkait setelah diberi batas waktu. Penyampaian sangsi dilakukan secara tertulis.
 
• Prosedurnya : DPI menerima pengaduan atau memperoleh informasi pelangaran dari pantauan dan laporan masyarakat. DPI melayani keberatan dan memberikan sangsi