BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menurut
bahasa, istilah tasawuf berasal dari kata shaf, shuf, dan shuffah. Allah
berfirman, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan -
Nya dalam barisan ( shaffan ) yang teratur seakan-akan mereka seperti bangunan
yang tersusun kokoh.”Jika dilihat dari asal kata shaf, maka tasawuf berarti
menyusun barisan di jalan Allah. Shuf adalah bulu domba yang sering digunakan
oleh pemimpin Yahudi dan Kristen sebagai simbol kesederhanaan. Jika ditinjau dari
asal kata shuf, maka tasawuf berarti hal yang identik dengan kesederhanaan.
B.
Tujuan
Adapun
tujuan pembuatan makalah ini adalah
1.
Untuk menyelesaikan tugas dari dosen pembimbing
2.
Untuk mengetahui asal-usul tasawuf
3.
Untuk mengetahui arti tasawuf
4.
Untuk mengetahui manfaat tasawuf dalam Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti
Tasawuf
Tasawuf secara umum adalah
falsafah hidup dan cara tertentu dalam tingkah laku manusia, dalam upayanya
merealisasikan kesempurnaan moral, pemahaman tentang hakikat realitas, dan
kebahagiaan rohaniah.
Dari segi Linguistik (kebahasaan)
dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara diri,
beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap
bijaksana. Sikap jiwa yang demikian pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia.
Adapun pengertian tasawuf dari segi
istilah adalah dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara
menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada
Allah SWT.
Tasawuf sebagai salah satu tipe
mistisisme, dalam bahasa inggris disebut sufisme. Kata tasawuf mulai
dipercakapkan sebagai satu istilah sekitar akhir abad dua hijriah yang
dikaitkan dengan salah satu jenis pakaian kasar yang diseebut shuff atau wool
kasar. Kain sejenis itu sangat digemari oleh para zahid sehingga menjadi simbol
kesederhanaan pada masa itu. Menghubungkan sufi atau tasawuf dengan shuff,
nampaknya cukup beralasan. Sebab, antara keduanya ada hubungan korelasi, yakni
antar jenis pakaian yang sederhana dengan kebersahajaan hidup para sufi.
Kebiasaan memakai wool kasar juga sudah merupakan karakteristik kehidupan
orang-orang soleh sebelum datangnya islam, sehingga mereka dijuluki dengan sufi
orang-orang yang memakai shuff.
Ada
pendapat lain yang mengkaitkan tasawuf dengan sekelompok muhajirin yang hidup
dalam keserhanaan di Madinah, di mana mereka itu selalu bekrumpul diserambi
Masjid Nabi yang disebutkan Shuffah.
Oleh karena mereka mengambil tempat di serambi
Masjid itu, kenudian menjadi pola panutan bagi sebagian ummat islam yang
kemudian disebut sufi dan ajaranya dinamai tasawuf.
Ada
pendapat pula yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari bahasa Yunani, yakni sophos atau shafwun yang berarti bening. Sementara lainya mengatakan kata sufi
berasal dari shaff atau barisan, karena para sufi
berada pada barisan terdepan dalam mencari keridhoan Ilahi.
Ibrahim
Basuni mencoba mendefinisikan pengertian tasawuf dari sekian banyak pengertian,
ia kelompokkan kepada ketiga kategori,yaitu al-bidayat, al-madzaqot. Al-bidayat
dimaksudkan bahwa prinsip awal tumbuhnya tasawuf adalah sebagai manifestasi
dari kesadaran spiritual manusia tentang dirinya sebagai makhluk Tuhan. Kesadaran
itu mendorong manusia (para sufi) untuk memusatkan perhatiannya untuk beribadah
kepada Khaliqnya.
Definisi
tasawuf yang dikategorikan kepada Al-Mujahadat adalah seperangkat amaliah dan
latihan yang keras dengan satu tujuan, yaitu berjumpa dengan Allah. Tasawuf
diartikan sebagai usaha yang sungguh agar berada sedekat mungkin dengan Allah.
Al-madzagot
diartikan sebagai apa dan bagaimana yang dialami dan dirasakan seseorang
dihadirat Allah,apakah ia melihat Tuhan, atau merasakan kehadiran Tuhan dalam
hatinya dan atau ia merasa bersatu dengan Tuhan. Berdasarkan pendekatan ini,
maka tasawuf dipahami sebagai Al-Ma’rifatul Haqq, yakni ilmu tentang hakikat
tentang hakikat realitas-realitas inuitif yang terbuka bagi seorang sufi.
B. Perkembangan Tasawuf
Tasawuf
dikenal secara luas dikawasan islam sejak penghujung abad dua hijriah, sebagai
perkembangan lanjut dari kesalahan asketis atau para zahid yang mengelompokkan
diserambi mesjid madinah. Dalam perjalanan kelompok ini lebih mengkhususkan
diri untuk beribadah dan pengembangan kehidupan Rohaniah dengan mengabaikan
kenikmatan duniawi. Kepesatan perkembangan tasawuf sebagai salah satu kultur keislaman, nampaknya memperoleh infus
atau motivasi dari dua faktor, infus ini kemudian memberikan gambaran tentang
tipe gerakan yang muncul.
Pertama,
adalah karena corak kehidupan yang frofan dan hidup kepelsiran dan diperagakan
oleh umat Islan terutama para pembesar negeri dan para hartawan. Dari aspek
ini, dorongan yang paling deras adalah sebagai reaksi terhadap sikap hidup yang
sekular dan gelamor dari kelompok elit dinasti penguasa istana. Protes tersamar
itu mereka lakukan dengan murni gaya etis, pendalaman kehidupan spiritual
dengan motivasi etikal. Nampaknya setidaknya pada wal munculnya gerakan ini
semacam gerakan sektarian yang introversionis.
Kedua
timbulnya sikap apatis sebagai reaksi maksimal kepada radikalisme kaum khawarij
dan polarisasi politik yang ditimbulkannya kekerasan pergulatan politik pada
masa itu, menyebabkan orang-orang yang ingin mempertahankan kesalehan dan
ketenangan rohaniah. Terpaksa mengambil sikap menjauhi kehidupan masyarakat
ramai untuk menyepi dan sekaligus menghindarkan diri dari keterlibatan langsung
dalam pertentangan politik.
C. Tujuan Tasawuf
Secara
umum, tujuan terpenting dari sufi adalah agar berada sedekat mungkin dengan
Allah. Akan tetapi apabila diperhatikan karakteristik tasawuf secara umum yaitu
pertama, tasawuf yang bertujuan untuk
pembinaan aspek moral aspek ini meliputi mewujudkan kestabilan jiwa yang
berkeseimbangan, penguasaan dan pengendalian hawa nafsu sehi ngga manusia
konsisten dan komitmen hanya kepada keluhuran moral. Kedua, bertujuan untuk
membahas bagaimana sistem pengenalan dan pendekatan diri kepada Allah secara
mistis filosofis. Dalam hal apa makna dekat dengan tuhan itu, terdapat tiga
simbolisme yaitu; dekat dalam arti melihat dan merasakan kehadiran tuhan dalam
hati, dekat dalam arti berjumpa dengan tuhan sehingga terjadi dialog antara
manusia dengan tuhan dan makna dekat yang ketiga adalah penyatuan manusia
dengan tuhan sehingga yang terjadi adalah menolong antara manusia yang telah
menyatu dalam iradat tuhan.
Dapat
dirumuskan bahwa, tujuan akhir dari sufisme adalah etika murni atau psikologi
murni, dan atau keduanya secara bersamaan, yaitu
-
Penyerahan diri
sepenuhnya kepada kehendak mutlak Tuhan, karena Dialah penggerak utama dari
semua kejadian didunia ini
-
Penanggalan secara
total semua keinginan pribadi dan melepas diri dari sifat-sifat jelek yang
berkenaan dengan kehidupan duniawi.
-
Peniadaan kesadaran
terhadap diri sendiri serts pemusatan diri pada perenungan terhadap Tuhan
semesta, tiada yang dicari kecuali Dia.
D. Asal Usul Tasawuf
1.
Unsur Islam
Secara umum ajaran Islam
mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah atau jasadiah, dan kehidupan yang
bersifat batiniah. Pada unsur kehidupan yang bersifat batiniah itulah kemudian
lahir tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar
dari sumber ajaran Islam, Al-Qur'an dan al-Sunnah serta praktek kehidupan Nabi
dan para sahabatnya. Al-Qur'an antara lain berbicara tentang kemungkinan manusia
dengan Tuhan dapat saling mencintai (mahabbah) , firman Allah yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara
kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum
yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah
lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang
kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang
yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui (QS.
al-Maidah, 5: 54);.
Perintah agar manusia
senantiasa bertaubah, membersihkan diri memohon ampunan kepada Allah, firman
Allah yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman,
bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang
semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan
memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari
ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia;
sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil
mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan
ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."(QS.
Tahrim, 8),
2.
Unsur Luar Islam
Dalam
berbagai literatur yang ditulis para orientalis Barat sering dijumpai uraian
yang menjelaskan bahwa tasawuf Islam dipengaruhi oleh adanya unsur agama
masehi, unsur Yunani, unsur Hindu/Budha dan unsur Persia. Hal ini secara
akademik bisa saja diterima, namun secara akidah perlu kehati-hatian. Para
orientalis Barat menyimpulkan bahwa adanya unsur luar Islam masuk ke dalam
tasawuf itu disebabkan karena secara historis agama-agama tersebut telah ada
sebelum Islam, bahkan banyak dikenal oleh masyarakat Arab yang kemudian masuk
Islam. Akan tetapi kita dapat mengatakan bahwa boleh saja orang Arab
terpengaruh oleh agama-agama tersebut, namun tidak secara otomatis mempengaruhi
kehidupan tasawuf, karena para penyusun ilmu tasawuf atau orang yang kelak
menjadi sufi itu bukan berasal dari mereka itu.
Dengan
demikian adanya unsur luar Islam yang mempengaruhi tasawuf Islam itu merupakan
masalah akademik bukan masalah akidah Islamiah. Karenanya boleh diterima dengan
sikap yang sangat kritis dan obyektif. Kita mengakui bahwa Islam sebagai agama
universal yang dapat bersentuhan dengan berbagai lingkungan sosial. Dalam
hubungan ini maka Islam termasuk ajaran tasawufnya dapat bersentuhan atau
memiliki kemiripan dengan ajaran tasawuf yang berasal dari luar Islam itu.
a.
Unsur Masehi
Orang
Arab sangat menyukai cara kependetaan, khususnya dalam hal latihan jiwa dan
ibadah. Atas dasar ini tidak mengherankan jika Von Kromyer berpendapat bahwa
tasawuf adalah buah dari unsur agama Nasrani yang terdapat pada zaman
Jahiliyah. Hal ini diperkuat pula oleh Gold Ziher yang mengatakan bahwa sikap
fakir dalam Islam adalah merupakan cabang dari agama Nasrani. Selanjutnya
Noldicker mengatakan bahwa pakaian wol kasar yang kelak digunakan para sufi
sebagai lambang kesederhanaan hidup adalah merupakan pakaian yang biasa dipakai
oleh para pendeta. Sedangkan Nicholson mengatakan bahwa istilah-istilah tasawuf
itu berasal dari agama Nasrani, dan bahkan ada yang berpendapat bahwa aliran
tasawuf berasal dari agama Nasrani.
b.
Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani yaitu
filsafatnya telah masuk pada dunia di mana perkembangannya dimulai pada akhir
Daulah Umayyah dan puncaknya pada Daulah Abbasiyah, metode berpikir filsafat
Yunani ini juga telah ikut mempengaruhi pola berpikir sebagian orang Islam yang
ingin berhubungan dengan Tuhan. Kalau pada bagian uraian dimulai perkembangan
tasawuf ini baru dalam taraf amaliah (akhlak) dalam pengaruh filsafat Yunani
ini maka uraian-uraian tentang tasawuf itu pun telah berubah menjadi tasawuf
filsafat.
c.
Unsur Hindu/Budha
Antara tasawuf dan sistem
kepercayaan agama Hindu dapat dilihat adanya hubungan seperti sikap fakir,
darwisy. Al-Birawi mencatat bahwa ada persamaan antara cara ibadah dan
mujahadah tasawuf dengan Hindu. Kemudian pula paham reinkamasil (perpindahan
roh dari satu badan ke badan yang lain), cara kelepasan dari dunia versi
Hindu/Budha dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah.
Salah satu maqomat Sufiah al-Fana tampaknya ada persamaan dengan ajaran tentang Nirwana dalam agama Hindu. Goffiq Ziher mengatakan bahwa ada hubungan persamaan antara koh Sidharta Gautama dengan Ibrahim bin Adham tokoh sufi.
Salah satu maqomat Sufiah al-Fana tampaknya ada persamaan dengan ajaran tentang Nirwana dalam agama Hindu. Goffiq Ziher mengatakan bahwa ada hubungan persamaan antara koh Sidharta Gautama dengan Ibrahim bin Adham tokoh sufi.
d.
Unsur Persia
Sebenarnya antara Arab dan
Persia itu sudah ada hubungan semenjak lama yaitu hubungan dalam bidang
politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Akan tetapi belum ditemukan
dalil yang kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohani Persia telah masuk ke
tanah Arab. Yang jelas adalah kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia itu
terjadi melalui ahli-ahli tasawuf di dunia ini.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ada berbagai
penjelasan tentang tasawuf, dan dari beberapa penjelasan tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang
terbatas, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri
dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya
kepada Allah SWT. Dan tidak semua orang yang mengerti tasawuf dapat disebut
sebagai sufi.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Taftazani, Abu al-Wafa’
Al-Ghanimi, sufi dari zaman ke zaman, Pustaka,
Bandung, 1974
Simuh, tasawuf dan perkembangannya dalam Islam, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1997.
Siregar, Rivay, tasawuf dari sisi sufisme klasik ke
neo-sufisme, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar