Kamis, 15 November 2012

akhlak tasawuf


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Menurut bahasa, istilah tasawuf berasal dari kata shaf, shuf, dan shuffah. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan - Nya dalam barisan ( shaffan ) yang teratur seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh.”Jika dilihat dari asal kata shaf, maka tasawuf berarti menyusun barisan di jalan Allah. Shuf adalah bulu domba yang sering digunakan oleh pemimpin Yahudi dan Kristen sebagai simbol kesederhanaan. Jika ditinjau dari asal kata shuf, maka tasawuf berarti hal  yang identik dengan kesederhanaan.


B.     Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah
1.      Untuk menyelesaikan tugas dari dosen pembimbing
2.      Untuk mengetahui asal-usul tasawuf
3.      Untuk mengetahui arti tasawuf
4.      Untuk mengetahui manfaat tasawuf dalam Islam










BAB II
PEMBAHASAN



A.    Arti Tasawuf

Tasawuf secara umum adalah falsafah hidup dan cara tertentu dalam tingkah laku manusia, dalam upayanya merealisasikan kesempurnaan moral, pemahaman tentang hakikat realitas, dan kebahagiaan rohaniah.
Dari segi Linguistik (kebahasaan) dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah adalah dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.
Tasawuf sebagai salah satu tipe mistisisme, dalam bahasa inggris disebut sufisme. Kata tasawuf mulai dipercakapkan sebagai satu istilah sekitar akhir abad dua hijriah yang dikaitkan dengan salah satu jenis pakaian kasar yang diseebut shuff atau wool kasar. Kain sejenis itu sangat digemari oleh para zahid sehingga menjadi simbol kesederhanaan pada masa itu. Menghubungkan sufi atau tasawuf dengan shuff, nampaknya cukup beralasan. Sebab, antara keduanya ada hubungan korelasi, yakni antar jenis pakaian yang sederhana dengan kebersahajaan hidup para sufi. Kebiasaan memakai wool kasar juga sudah merupakan karakteristik kehidupan orang-orang soleh sebelum datangnya islam, sehingga mereka dijuluki dengan sufi orang-orang yang memakai shuff.
Ada pendapat lain yang mengkaitkan tasawuf dengan sekelompok muhajirin yang hidup dalam keserhanaan di Madinah, di mana mereka itu selalu bekrumpul diserambi Masjid Nabi yang disebutkan Shuffah.
 Oleh karena mereka mengambil tempat di serambi Masjid itu, kenudian menjadi pola panutan bagi sebagian ummat islam yang kemudian disebut sufi dan ajaranya dinamai tasawuf.
Ada pendapat pula yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari bahasa Yunani, yakni sophos atau shafwun yang berarti bening. Sementara lainya mengatakan kata sufi berasal dari  shaff atau barisan, karena para sufi berada pada barisan terdepan dalam mencari keridhoan Ilahi.
Ibrahim Basuni mencoba mendefinisikan pengertian tasawuf dari sekian banyak pengertian, ia kelompokkan kepada ketiga kategori,yaitu al-bidayat, al-madzaqot. Al-bidayat dimaksudkan bahwa prinsip awal tumbuhnya tasawuf adalah sebagai manifestasi dari kesadaran spiritual manusia tentang dirinya sebagai makhluk Tuhan. Kesadaran itu mendorong manusia (para sufi) untuk memusatkan perhatiannya untuk beribadah kepada Khaliqnya.
Definisi tasawuf yang dikategorikan kepada Al-Mujahadat adalah seperangkat amaliah dan latihan yang keras dengan satu tujuan, yaitu berjumpa dengan Allah. Tasawuf diartikan sebagai usaha yang sungguh agar berada sedekat mungkin dengan Allah.
Al-madzagot diartikan sebagai apa dan bagaimana yang dialami dan dirasakan seseorang dihadirat Allah,apakah ia melihat Tuhan, atau merasakan kehadiran Tuhan dalam hatinya dan atau ia merasa bersatu dengan Tuhan. Berdasarkan pendekatan ini, maka tasawuf dipahami sebagai Al-Ma’rifatul Haqq, yakni ilmu tentang hakikat tentang hakikat realitas-realitas inuitif yang terbuka bagi seorang sufi.

B.      Perkembangan Tasawuf

Tasawuf dikenal secara luas dikawasan islam sejak penghujung abad dua hijriah, sebagai perkembangan lanjut dari kesalahan asketis atau para zahid yang mengelompokkan diserambi mesjid madinah. Dalam perjalanan kelompok ini lebih mengkhususkan diri untuk beribadah dan pengembangan kehidupan Rohaniah dengan mengabaikan kenikmatan duniawi. Kepesatan perkembangan tasawuf sebagai salah satu  kultur keislaman, nampaknya memperoleh infus atau motivasi dari dua faktor, infus ini kemudian memberikan gambaran tentang tipe gerakan yang muncul.
Pertama, adalah karena corak kehidupan yang frofan dan hidup kepelsiran dan diperagakan oleh umat Islan terutama para pembesar negeri dan para hartawan. Dari aspek ini, dorongan yang paling deras adalah sebagai reaksi terhadap sikap hidup yang sekular dan gelamor dari kelompok elit dinasti penguasa istana. Protes tersamar itu mereka lakukan dengan murni gaya etis, pendalaman kehidupan spiritual dengan motivasi etikal. Nampaknya setidaknya pada wal munculnya gerakan ini semacam gerakan sektarian yang introversionis.
Kedua timbulnya sikap apatis sebagai reaksi maksimal kepada radikalisme kaum khawarij dan polarisasi politik yang ditimbulkannya kekerasan pergulatan politik pada masa itu, menyebabkan orang-orang yang ingin mempertahankan kesalehan dan ketenangan rohaniah. Terpaksa mengambil sikap menjauhi kehidupan masyarakat ramai untuk menyepi dan sekaligus menghindarkan diri dari keterlibatan langsung dalam pertentangan politik.   





C.      Tujuan Tasawuf 

Secara umum, tujuan terpenting dari sufi adalah agar berada sedekat mungkin dengan Allah. Akan tetapi apabila diperhatikan karakteristik tasawuf secara umum yaitu pertama, tasawuf  yang bertujuan untuk pembinaan aspek moral aspek ini meliputi mewujudkan kestabilan jiwa yang berkeseimbangan, penguasaan dan pengendalian hawa nafsu sehi ngga manusia konsisten dan komitmen hanya kepada keluhuran moral. Kedua, bertujuan untuk membahas bagaimana sistem pengenalan dan pendekatan diri kepada Allah secara mistis filosofis. Dalam hal apa makna dekat dengan tuhan itu, terdapat tiga simbolisme yaitu; dekat dalam arti melihat dan merasakan kehadiran tuhan dalam hati, dekat dalam arti berjumpa dengan tuhan sehingga terjadi dialog antara manusia dengan tuhan dan makna dekat yang ketiga adalah penyatuan manusia dengan tuhan sehingga yang terjadi adalah menolong antara manusia yang telah menyatu dalam iradat tuhan.
Dapat dirumuskan bahwa, tujuan akhir dari sufisme adalah etika murni atau psikologi murni, dan atau keduanya secara bersamaan, yaitu
-        Penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak mutlak Tuhan, karena Dialah penggerak utama dari semua kejadian didunia ini
-        Penanggalan secara total semua keinginan pribadi dan melepas diri dari sifat-sifat jelek yang berkenaan dengan kehidupan duniawi.
-        Peniadaan kesadaran terhadap diri sendiri serts pemusatan diri pada perenungan terhadap Tuhan semesta, tiada yang dicari kecuali Dia.




D.    Asal Usul Tasawuf

1.      Unsur Islam

Secara umum ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah atau jasadiah, dan kehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur kehidupan yang bersifat batiniah itulah kemudian lahir tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, Al-Qur'an dan al-Sunnah serta praktek kehidupan Nabi dan para sahabatnya. Al-Qur'an antara lain berbicara tentang kemungkinan manusia dengan Tuhan dapat saling mencintai (mahabbah) , firman Allah yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui (QS. al-Maidah, 5: 54);.

Perintah agar manusia senantiasa bertaubah, membersihkan diri memohon ampunan kepada Allah, firman Allah yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."(QS. Tahrim, 8),

2.      Unsur Luar Islam
Dalam berbagai literatur yang ditulis para orientalis Barat sering dijumpai uraian yang menjelaskan bahwa tasawuf Islam dipengaruhi oleh adanya unsur agama masehi, unsur Yunani, unsur Hindu/Budha dan unsur Persia. Hal ini secara akademik bisa saja diterima, namun secara akidah perlu kehati-hatian. Para orientalis Barat menyimpulkan bahwa adanya unsur luar Islam masuk ke dalam tasawuf itu disebabkan karena secara historis agama-agama tersebut telah ada sebelum Islam, bahkan banyak dikenal oleh masyarakat Arab yang kemudian masuk Islam. Akan tetapi kita dapat mengatakan bahwa boleh saja orang Arab terpengaruh oleh agama-agama tersebut, namun tidak secara otomatis mempengaruhi kehidupan tasawuf, karena para penyusun ilmu tasawuf atau orang yang kelak menjadi sufi itu bukan berasal dari mereka itu.
Dengan demikian adanya unsur luar Islam yang mempengaruhi tasawuf Islam itu merupakan masalah akademik bukan masalah akidah Islamiah. Karenanya boleh diterima dengan sikap yang sangat kritis dan obyektif. Kita mengakui bahwa Islam sebagai agama universal yang dapat bersentuhan dengan berbagai lingkungan sosial. Dalam hubungan ini maka Islam termasuk ajaran tasawufnya dapat ber­sentuhan atau memiliki kemiripan dengan ajaran tasawuf yang berasal dari luar Islam itu.
a.       Unsur Masehi
Orang Arab sangat menyukai cara kependetaan, khususnya dalam hal latihan jiwa dan ibadah. Atas dasar ini tidak mengherankan jika Von Kromyer berpendapat bahwa tasawuf adalah buah dari unsur agama Nasrani yang terdapat pada zaman Jahiliyah. Hal ini diperkuat pula oleh Gold Ziher yang mengatakan bahwa sikap fakir dalam Islam adalah merupakan cabang dari agama Nasrani. Selanjutnya Noldicker mengatakan bahwa pakaian wol kasar yang kelak digunakan para sufi sebagai lambang kesederhanaan hidup adalah merupakan pakaian yang biasa dipakai oleh para pendeta. Sedangkan Nicholson mengatakan bahwa istilah-istilah tasawuf itu berasal dari agama Nasrani, dan bahkan ada yang berpendapat bahwa aliran tasawuf berasal dari agama Nasrani.
b.      Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia di mana perkembangannya dimulai pada akhir Daulah Umayyah dan puncaknya pada Daulah Abbasiyah, metode berpikir filsafat Yunani ini juga telah ikut mempengaruhi pola berpikir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan. Kalau pada bagian uraian dimulai perkembangan tasawuf ini baru dalam taraf amaliah (akhlak) dalam pengaruh filsafat Yunani ini maka uraian-uraian tentang tasawuf itu pun telah berubah menjadi tasawuf filsafat.
c.       Unsur Hindu/Budha
Antara tasawuf dan sistem kepercayaan agama Hindu dapat dilihat adanya hubungan seperti sikap fakir, darwisy. Al-Birawi mencatat bahwa ada persamaan antara cara ibadah dan mujahadah tasawuf dengan Hindu. Kemudian pula paham reinkamasil (perpindahan roh dari satu badan ke badan yang lain), cara kelepasan dari dunia versi Hindu/Budha dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah.
Salah satu maqomat Sufiah al-Fana tampaknya ada persamaan dengan ajaran tentang Nirwana dalam agama Hindu. Goffiq Ziher mengatakan bahwa ada hubungan persamaan antara koh Sidharta Gautama dengan Ibrahim bin Adham tokoh sufi.


d.      Unsur Persia
Sebenarnya antara Arab dan Persia itu sudah ada hubung­an semenjak lama yaitu hubungan dalam bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra. Akan tetapi belum ditemukan dalil yang kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohani Persia telah masuk ke tanah Arab. Yang jelas adalah kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia itu terjadi melalui ahli-ahli tasawuf di dunia ini.

















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Ada berbagai penjelasan tentang tasawuf, dan dari beberapa penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat didefinisikan seba­gai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT. Dan tidak semua orang yang mengerti tasawuf dapat disebut sebagai sufi.

















DAFTAR PUSTAKA

Al-Taftazani, Abu al-Wafa’ Al-Ghanimi, sufi dari zaman ke zaman, Pustaka, Bandung, 1974

Simuh, tasawuf dan perkembangannya dalam Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.

Siregar, Rivay, tasawuf dari sisi sufisme klasik ke neo-sufisme, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar